Pengertian
Ekonomi makro atau makroekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Makroekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang memengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan.
Tinjauan Umum
Dinamika perekonomian Indonesia tidak terlepas dari perkembangan ekonomi global dan kawasan serta berbagai kemajuan dalam perbaikan, iklim investasi, infrastruktur, produktifitas dan daya saing (sisi penawaran) dalam negeri. Ekonomi dunia telah mampu tumbuh diatas 4% dalam lima tahun terakhir, lebih tinggi dari rata-rata historisnya. Perkembangan ini terutama didorong oleh pesatnya pertumbuhan ekonomi di Negara berkembang (China dan India) serta kawasan Eropa. Tingginya pertumbuhan ekonomi dunia tersebut diiringi dengan volume perdagangan dunia yang juga tumbuh lebih tinggi dari tren jangka panjangnya.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi dunia tersebut, aliran Foreign Direct Investment (FDI) global juga meningkat pesat. Namun perkembangan ekonomi dunia yang impesif ini dibayangi dengan melambungnya harga minyak dan non-minyak dunia. Terus naiknya harga komoditas dan tetap tingginya pertumbuhan ekonomi dunia menyebabkan tekanan inflasi dunia meningkat.
Dari sisi domestik, walaupun stabilitas ekonomi makro bisa dijaga, sejumlah masalah struktural, iklim investasi, infrastruktur, produktifitas dan daya saing (sisi penawaran) masih membayangi pencapaian pertumbuhan yang lebih cepat dan berkualitas. Hal ini antara lain karena struktur perkenonomian pascakrisis lebih ditopang oleh konsumsi dan ekspor, sementara investasi belum menunjukkan peran yang signifikan.
Belum pulihnya investasi ditunjukkan oleh menurunnya pangsa investasi terhadap PDB, terutama di alami oleh sektor terpenting dalam perekonomian Indonesia seperti industri pengolahan, pertanian, dan pertambangan. Dalam pada itu, pergerakan inflasi menunjukkan karakteristik yang berbeda antara periode sebelum dan sesudah krisis, dimana volatillitas inflasi jauh lebih tinggi pascakrisis.
Kondisi di mana pertumbuhan ekonomi pascakrisis lebih rendah dan rata-rata inflasi yang sedikit lebih tinggi menunjukkan penawaran agregat yang mengindikasikan adanya permasalahan di sisi penawaran (supply side constraints), sehingga menyebabkan perekonomian Indonesia lebih sensitif terhadap tekanan harga.
Mempertimbangkan konstelasi perekonomian dunia dan Indonesia selama 5 tahun terakhir, faktor eksternal menunjukkan kontribusi yang semakin signifikan terhadap perkembangan perekonomian Indonesia. Hal ini terkait dengan semakin terbukanya perekonomian Indonesia, baik terhadap ekonomi dunia maupun ekonomi kawasan.
Perkembangan ekonomi dunia dalam jangka panjang diharapkan tetap menunjukkan gambaran yang positif walaupun akhir-akhir ini ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi, yang diikuti peningkatan volume perdagangan dunia dan aliran modal antar negara yang terus meningkat. Namun demikian, perkembangan tersebut dibayangi oleh harga komoditas dunia (migas maupun non-migas) yang tetap tinggi dan pasar keuangan dunia yang belum stabil. Di sisi domestik, perekonomian Indonesia terus menunjukkan kemajuan, walaupun masih dibayangi oleh rendahnya respon sisi penawaran, peran investasi yang relatif rendah, dan kualitas pertumbuhan ekonomi yang belum baik yang tercermin dari tingginya angka pengangguran dan kemiskinan.
Dampak
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negative tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu.
Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 2000. Pada tahun 2000, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2010 -atau sepuluh tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan Laju Inflasi dapat dilihat pada tabel di bawah:
Peran Bank Sentral
Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen — salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian — akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
Sumber : 1. Bank Indonesia 2. Bappenas 3. Gaikindo 4. Badan Pusat Statistik